Feeds:
Posts
Comments

Jatuh Cinta Berkali-kali

image

Ada seorang laki-laki. Laki-laki yang tidak langsung membuatku jatuh cinta di sapaan pertama, atau kedua, atau ketiga, atau ribuan sapaan sesudahnya. Butuh banyak purnama terlewat sebelum akhirnya sapanya terasa berbeda.

Dan sekali mataku menangkap jiwanya, rasanya tak lagi aku bisa berpaling. Banyak hal yang ternyata membuat dia istimewa. Dan begitu saja, lalu cinta itu jatuh. Dan sekali jatuh, rasanya aku tak bisa menahan untuk jatuh lagi, dan lagi, dan lagi, dan lagi.

Tentang Apa Saja

Dan suaranya adalah satu-satunya suara yang ingin aku dengar saat ini. 

 

Bicaralah, tentang apa saja, asal tidak berhenti percakapan ini. Agar kamu tak kemudian berdiri, lalu pergi. Diam-diam aku berdoa agar gelap jangan dulu kemana-mana, agar dapat lebih lama lagi kita bercerita, tentang apa saja.

Pagi, jangan dulu kau curi dia. Tahan dulu terang semampumu, biarkan gelap tinggal sedikit lebih lama malam ini. Agar masih bisa aku dengar dia bicara. Tentang apa saja. 

 

***

I owe the image 

Menunggu

Beberapa rela menunggu dalam ketidakpastian, walau seluruh dunia memaksanya berhenti. Bukan semata karena yakin, tapi kadang hanya karena menunggu memberikan harapan. Alasan untuk berjuang melewati hari ini. Alasan untuk menanti matahari terbit besok pagi. Alasan untuk hidup, paling tidak satu hari lagi.

Seperti aku, menunggu kamu.

 Image

Dan bila besok kamu ada di pintuku, membelakangi cahaya matahari yang oranye terang, dengan senyum yang bertahun-tahun kutunggu untuk terkembang, maka aku tahu penantianku tak sia-sia.

Tapi jika kamu belum juga ada, maka aku akan punya satu esok lagi untuk ditunggu. Dan akan terus begitu, sampai kamu benar-benar berdiri di pintuku.

You Are..

Kamu sesederhana gula di atas donat. Gula saja, putih. Tanpa coklat, tanpa selai warna-warni. Ada untuk menyempurnakan rasa.

Why Not You? – Self Note

why

 

Why Me?

 

Ini pertanyaan, atau lebih tepat bila disebut ratapan, yang pertama keluar saat saya-anda-kita, ditimpa kemalangan, menghadapai sesuatu yang di luar harapan, diuji. Mengeluh memang reaksi termudah terhadap segala persoalan hidup, seolah-olah dengan mengeluh, masalah itu menghilang, dan akan menemukan jalan keluarnya sendiri. Dan apalagi yang lebih mudah kita persalahkan selain takdir Tuhan. seolah Tuhan menciptakan manusia ke dalam dunia yang option-less, yang tanpa pilihan. Padahal bukankah seringnya kita yang menghadapkan diri kita pada situasi yang (seolah-olah) option-less.

 

Yang perlu kau ingat, adalah bahwa Tuhan tidak perlu bertanya, atau meminta izin dari siapapun sebelum menjalankan kuasaNya tentang apapun dan pada siapapun yang Dia kehendaki. Dia tahu apa yang tidak kita ketahui. Dia mengatur sampai pada detail terkecil yang bahkan tak terlintas untuk kita pikirkan. Kita lah yang hidup dalam keterbatasan pengetahuan, yang menjadikan kita sibuk mencari sumber kesalahan, mencari seseorang (sesuatu), yang bisa dipersalahkan atas ketidaksesuaian kenyataan hidup dengan rencana yang terlanjur kita susun rapi, dan ketika tak ada lagi yang bisa dipersalahkan, kita lalu mempersalahkan Tuhan(?).

 

Jujurlah, apakah pernah terlintas pertanyaan “why me?” saat kita menerima takdir yang lebih baik. Setumpuk uang, kesempatan merasakan pendidikan di sekolah terbaik, rumah dan tempat tidur nyaman, makanan enak, atau bahkan sesederhana mempertanyakan kenapa Tuhan masih membangunkan kita dari tidur semalam, tapi berhenti memberi nafas pada seorang lain di sudut lain? Apakah menurutmu saat itu Tuhan lalai, lalu memberi jatah hidup pada orang yang salah? Dia tidak pernah lalai, Dia hanya tahu benar apa yang dia lakukan, lagi-lagi kitalah yang serba tak tahu.

 

Maka sebelum kau lagi-lagi menggugat Tuhan dengan pertanyaan-pertanyaanmu, syukurilah apa yang dia berikan, baik, buruk, manis, atau pahit. Sebab tak ada ketetapannya yang sia-sia, kita hanya perlu mensyukuri, menggali makna di balik ketetapanNya, memetik pelajaran, lalu berjalan tegak di tengah segala yang Tuhan anugerahkan.

 

Dan mungkin, hanya mungkin, pada setiap pertanyaan “why me?” yang kau ajukan, Tuhan menjawab “why not you?”

 

***

 

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (55:13)


Kamu terperangkap!

Dan jika aku bertahan dan memilih menyandarkan hidupku hanya pada kamu, bukan karena aku takut menyakiti kamu, tapi lebih karena aku tak ingin menyakiti diriku sendiri.

***

Posted with WordPress for BlackBerry.

Let Go!

 

Selalu ada pelajaran di balik setiap yang datang, dan yang pergi.

 

Yang datang, mungkin ingin mengajarkanmu tentang merawat, mencintai, dan menjaga apa yang kau miliki detik ini, sebab bisa jadi, detik berikutnya, milikmu, bukan milikmu lagi, dan betapa kau perlu memperlakukan milikmu dengan perlakuanmu yang terbaik, menjaganya dengan seluruh dayamu, selagi kau mampu.

 

Yang pergi, mungkin juga ingin mengajarimu tentang betapa satu detik yang berlalu takkan mampu kau ulang lagi, tentang melepaskan, dan yang utama tentang menghadapi perpisahan. Bahwa melepaskan kadang lebih baik daripada berpegang pada sesuatu yang justru memberatkan langkahmu.

 

Apapun ketentuannya, hadapi, dan yakinlah bahwa kau akan baik-baik saja!

 

 

Dan bukankah harus ada nafas yang kau hembuskan sebelum menghirup udara yang baru?

Merayakan Kehilangan

Hidup ini memang selalu tentang meninggalkan dan ditinggalkan. Sekuat-kuat kau perpegangan pada sesuatu, akan selalu ada cara yang membuatmu terlepas dari sesuatu yang kau genggam erat sekalipun. Sebab dia, yang mungkin kau mohon-mohon untuk tidak meninggalkanmu, sesungguhnya bukan milikmu. Dan bukankah bahkan dirimu sendiri, sesungguhnya tidak benar-benar mampu kau kendalikan nasibnya?

Ada kekuatan maha dahsyat yang ikut mengulurkan tangannya, mencampuri setiap kejadian “menemukan” dan “kehilangan” yang kau alami dalam setiap detik hidupmu. Maka relakan saja semua, sebelum sesuatu yang bukan milikmu itu benar-benar pergi.

Luka, juga bertetes-tetes air mata pasti ada. Anggaplah itu hadiah. Nikmati setiap sesak dan semua sakit yang menekan dan memukul-mukul dadamu, membuatmu susah bernafas. Hayati setiap tetes air mata yang jatuh itu. Rayakan kehilanganmu!

Rayakan? Ya! Temukan sesuatu dalam setiap sakit yang menekan dadamu, juga di antara tetes air mata yang keluar dari matamu. Sebab kehilangan tak pernah datang sendiri. Kehilangan selalu datang bersama “menemukan kembali”, maka temukan! Nikmati, hayati, rayakan, maka kelak akan kau temukan sesuatu dibalik ratapan panjangmu.

Sebab seperti kataku tadi, hidup ini memang selalu tentang meninggalkan dan ditinggalkan. Siap tidak siap, suka tidak suka.

*gambar dari sini

Layu

Menanam benih, memupuk, menyirami, melihat tunasnya mulai muncul, lalu batangnya bertambah tinggi senti demi senti. Kita tersenyum, bahagia, dada kita seperti hendak meledak sebab harap yang membuncah, membayangkan suatu hari, apa yang kita tanam ini akan tumbuh subur, menjelma pohon rindang tempat kita berteduh dari panas, dan berlindung dari rintik hujan.

Namun kuasa bukan milik kita. Ada campur tangan semesta yang ikut menentukan nasib tumbuhnya pohon kita. Maka kita mulai cemas, menyaksikan bahwa di tengah perjalanan, daun-daun yang kita harap tumbuh subur, justru berubah layu, ujungnya menguning. Kita saling tatap, melakukan segala cara yang kita bisa agar mencegah pohon kita dari layu. Tapi kuningnya malah makin menjalar, dari dua, menjadi tiga, empat, dan begitu terus.

Kita mulai menahan air mata yg menggantung di sudut mata, merapal doa, terus-terusan mencegah layunya pohon kita. Namun makin keras kita berusaha, semakin banyak daun yang layu. Kita kemudian tertegun, menyadari ada rencana yang tak sejalan dengan rencana kita. Tak ingin begitu saja menyerah, tapi tak lagi punya cara.

Maka kita sekali lagi saling tatap. Namun tak ada yang beranjak dari sana. Menyaksikan pohon kita menguning, lalu beberapa daunnya gugur satu demi satu. Hanya menangis. Tak punya kuasa, tapi juga tak bisa rela.

***

Pisah memang hal yang paling sulit diucap, walaupun mungkin menjadi jalan satu-satunya. Maka kita di sini saja, entah untuk apa. Mungkin aku, atau diam-diam kamu juga, berharap daun yang kuning kembali berubah hijau. Atau yang terlanjur jatuh, kembali terbang, menempel di pucuk-pucuk ranting.

Mungkinkah?

*gambar dari sini

Barangkali

 

barangkali air mata itu memang mempunyai semacam campuran rahasia yang membuatnya istimewa. campurannya mampu meluruhkan kenangan. maka jika kau ingin melarungkan kenanganmu, jangan malu mengeluarkan tetes ajaib itu dari matamu. dan siapa tahu, dadamu lapang setelahnya, sebab setumpuk kenangan didalamnya ikut merembes keluar satu-satu dari mata ke pipimu.